Oleh: Wanda Rahma Syanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Individu seringkali mengejar kebahagiaan di dalam hidup, bahkan kebahagiaan sering menjadi tujuan dari hidup. Hampir semua orang atau bahkan semua orang ingin bahagia (Argyle, 2001). Berbagai dampak positif sering dikaitkan dengan kebahagiaan, seperti peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan kemampuan individu dalam memecahkan masalah, peningkatan prestasi kerja, membantu dalam interaksi sosial dan pengurangan tingkat stress individu, hidup yang penuh dengan semangat dan antusias (Argyle, 2001). Seligman (2002) menjelaskan kebahagiaan dalam konsep kebahagiaan otentik. Kebahagiaan otentik ini meliputi tiga hal besar, yaitu Kehidupan yang menyenangkan (the pleasant life), Kehidupan yang terlibat dengan sekitar (the engaged life) dan kehidupan yang bermakna (the meaningful life).

Source : positivepsychology.com
Orientasi pada hal yang hanya melibatkan kesenangan, yang biasa dikenal dengan gagasan hedonism, tidak bisa menjadi suatu patokan untuk individu mendapatkan kebahagiaan dalam hidup. Gagasan hedonism hanya berprinsip pada memaksimalkan rasa senang dan bahagia dan meminimalisasi rasa sakit sebagai jalan utama menuju kebahagiaan. Kehidupan tentunya tidak hanya berorientasi pada hal yang bersifat materialis semata. Fenomena ini dapat dicontohkan misalnya saat kita memutuskan untuk membeli sebuah barang berharga, seperti membeli smartphone baru. Tentu kita akan bahagia saat membelinya. Bahkan, setelah membeli mungkin kita akan disibukkan dengan kegiatan mengeksplorasi smartphone kita hingga beberapa hari atau bahkan beberapa minggu setelah pembelian. Namun, saat kita telaah kembali, akankah perasaan bahagia yang kita rasakan saat membeli barang baru ini akan bertahan lama? Mayoritas jawabannya, perasaan itu tidak akan bertahan lama. Dalam jangka waktu dua hingga tiga bulan saja, atau bahkan kurang, kita akan merasakan kebahagiaan dan antusias saat memiliki benda berharga yang baru kita beli akan berkurang.
Ilustrasi di atas menjelaskan bahwa gagasan hedonisme, kesenangan karena memiliki suatu barang atau hal yang bersifat materialis tidak akan bertahan dalam jangka waktu lama. Seligman (2000) menjelaskan gagasan bahwa ada aspek lain yang menyokong kebahagiaan. Individu perlu terlibat dalam kehidupan ini. Kita perlu merasakan dengan sadar mengenai kegiatan dan aktivitas yang kita lalui, untuk bisa dikatakan terlibat dalam kehidupan ini. Terlibat, berarti bahwa kita mengalami momen dengan segenap panca indera kita. Menjalani kehidupan tidak hanya sebagai suatu rutinitas, kehidupan harian yang kita lalui tiap harinya. Namun, kita perlu terus merasakan secara sadar dengan seluruh panca indera kita untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Individu yang terus mengalami secara sadar, akan membangun kehidupan yang “flow”, yang mengalir. Hal ini memungkinkan individu fokus pada tiap kegiatan, merasakan rasa asyik dan akhirnya menikmati kehidupan. Individu mampu menunjukkan fokus dan larut dalam kegiatan yang dijalani. Hidup yang dijalaninya tidak lagi hanya sekedar rutinitas harian yang membosankan.
Poin penting selanjutnya dalam menciptakan kebahagiaan adalah munculnya kehidupan yang bermakna (meaningfull life). Perasaan ini akan mampu terwujud saat individu mampu mengeksplorasi kekuatan, kelebihan, potensi dan keunikan atau orisinalitas yang dimiliki. Memiliki kehidupan yang bermakna membuat individu memiliki keterikatan pada hal yang lebih besar, dan semakin besar entitas akan semakin banyak makna dalam hidup individu (Seligman, 2002).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di 27 negara berbeda dengan subjek orang dewasa menunjukkan bahwa kebahagiaan memiliki kaitan dan berkorelasi positif dengan kepuasan hidup (Peterson et al., 2005, 2007; Park et al., 2009). Seligman (2002) menambahkan bahwa kebahagiaan juga berhubungan dengan kesejahteraan dan hidup yang menyenangkan.
Seligman (2005) menjelaskan bahwa orang yang bahagia akan memandang masa lalu sebagai suatu hal yang dapat dijadikan pelajaran dan memuaskan dirinya, dan melihat masa depan sebagai peristiwa yang dapat dilalui dengan optimis dan dapat dinikmati. Seligman, dkk (2005) juga menjelaskan bahwa kebahagiaan sangat dipengaruhi oleh cara individu dalam memandang hidupnya. Hal ini menegaskan bahwa individu tidak hanya menunggu datangnya suatu momen untuk merasakan kebahagiaan, namun individu perlu terus aktif untuk menciptakan kebahagiaan dan merasakan kebahagiaan yang otentik.
Individu bisa melakukan hal – hal yang disukai untuk meningkatkan kebahagiaannya, seperti mendengarkan musik, berolahraga, melakukan kegiatan di bidang seni, bekerja dan hidup dalam lingkungan yang memberi suasana positif yang akan membuat individu merasa stabil dan bahagia.
Beberapa faktor dihubungkan dengan kebahagiaan (Kaushik, 2021), contohnya:
- Faktor Eksternal, yaitu hal yang materialis, seperti pernikahan, kehidupan sosial, kepuasan kerja, aktivitas di waktu luang dan lainnya
- Faktor Internal, meliputi aktualisasi diri, tujuan hidup, cara menyelesaikan masalah (coping style), sifat dan kepribadian
Individu juga perlu terus mengendalikan mindset agar terus mengupayakan merasakan kebahagiaan. Beberapa hal yang dapat dilakukan individu:
- Mengenali diri sendiri. Individu perlu tahu kekuatan dan potensi yang dimiliki, agar bisa terus dikembangkan dan menjadikannya pribadi yang produktif. Individu juga perlu tahu kekurangan yang dimiliki, agar bisa di manage dengan baik. Pahami konsep I am (siapa diri saya), I want (apa yang saya inginkan atau saya kejar dalam hidup) dan I can (potensi atau kekuatan apa yang dimiliki diri). Kemampuan dalam mengenali kekuatan dan kelemahan kita akan menumbuhkan kebahagiaan. Comtohnya, saat seseorang dinilai mudah baper (mudah terbawa perasaan), sebenarnya bisa dilihat dari kacamata positif bahwa individu tersebut memiliki kemampuan empati yang lebih baik dibanding orang di sekitarnya.
- Individu perlu mengatur dan mengenali hal atau target apa yang ingin dicapai terlebih dahulu. Biasakan untuk membuat prioritas apa yang ingin dicapai dahulu, bisa diurutkan dari hal yang mendesak, atau diurutkan dari kegiatan yang paling mudah langkahnya sehingga mudah untuk direalisasikan. Melakukan hal yang mudah akan berdampak positif, karena saat individu tahu bahwa dirinya mampu menyelesaikan suatu tugas, akan meningkatkan kepercayaan diri dan memungkinkan meningkatnya motivasi pada diri. Individu juga perlu mengatur fokus dalam memandang suatu permasalahan. Biasakan untuk lebih memikirkan hal – hal yang dapat kita kontrol, sehingga menurunkan tingkat stress yang dialami. Misalnya, individu lebih baik berfokus untuk melakukan tindakan tertentu yang dibutuhkan saat menghadapi pandemi, dibandingkan terus menerus mencemaskan dan memikirkan kapan berakhirnya pandemi.
- Membiasakan diri untuk melihat hal yang positif pada diri sendiri maupun pada orang lain. Individu perlu membiasakan untuk memindahkan fokus pikiran pada hal yang baik. Contohnya, saat menemui orang baru, biasakan untuk melihat potensi atau hal baik pada orang tersebut. Contoh lain, suatu hari saat kita sedang berjalan, kita baru menyadari bahwa bagian bawah kemeja kita terkena coretan bolpen, kita harus mampu mengatur pikiran kita untuk fokus pada bagian lain kemeja kita yang sudah rapi. Kita perlu mengatur pikiran untuk tidak terpengaruh pada coretan bolpen kecil yang hanya sepanjang 2 cm, dibandingkan ukuran kemeja secara keseluruhan yang jauh lebih lebar, karena sangat mungkin noda yang kita lihat tidak sampai tertangkap orang lain dan noda tersebut juga tidak akan mengganggu performa kita secara keseluruhan.
Kebahagiaan dalam relasi juga perlu untuk terus diupayakan. Argyle (2001) dalam bukunya menyatakan bahwa individu yang bahagia memiliki frekuensi interaksi sosial yang lebih tinggi, menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang lain, dan lebih menyenangkan daripada individu yang tidak bahagia. Individu yang bahagia menunjukkan perilaku lebih terbuka, hangat, ramah dan empatik. Hasil penelitian menunjukkan orang-orang yang memiliki hubungan yang kuat dengan pasangan, keluarga atau teman dekat lebih bahagia, lebih sehat dan hidup lebih lama. Relasi yang berkualitas juga akan menjadi dukungan sosial bagi kita, baik saat senang maupun saat sedih atau tertimpa kesulitan. Saat sedih, kita perlu memiliki tempat untuk bisa berbagi, yang bisa kita dapatkan dari hubungan yang berkualitas. Bercerita atau berbagilah mengenai hal – hal baik yang terjadi, kemudian dengarkan pula cerita – cerita baik dari teman. Bercerita mengenai hal – hal baik akan meningkatkan kebahagiaan, meningkatkan well-being dan mendekatkan diri kita pada orang lain. Hubungan yang positif, dekat, dan tahan lama akan berkontribusi terhadap kesehatan dan kesejahteraan individu
Saat ini perlu juga untuk menekankan pada kualitas hubungan yang sehat, tidak hanya mengenai kuantitasnya. Faktanya, hubungan berkualitas yang buruk dapat menjadi sumber rasa sakit dan stres dan memiliki dampak negatif pada kesejahteraan kita. Individu perlu memiliki kmampuan untuk menyortir lingkungan, menjauhi hal dan orang yang berpengaruh buruk pada kita. Hal ini semakin menunjukkan bahwa individu perlu mengutamakan kualitas dalam hal relasi.

Penjelasan di atas telah menjabarkan mengenai hal yang perlu dilakukan individu. Selanjutnya kita akan membahas hal yang perlu dihindarkan karena akan membuat kita kurang merasakan kebahagiaan, meliputi:
- Kebiasaan Hal ini sering terjadi pada individu yang relatif pencemas
- Kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Ingatlah bahwa kita memiliki waktu target yang berbeda dari orang lain
- Ekspektasi yang terlalu tinggi. Biasakanlah untuk mengatur ekspektasi yang masih dapat kita raih
- Merendahkan / menyalahkan diri. Pahamilah bahwa memiliki kekurangan dan melakukan kesalahan adalah suatu yang wajar
- Tidak bersyukur
- Merasa tidak berharga. Biasakanlah untuk bisa mengapresiasi kemajuan atau pencapaian yang kita raih, meskipun itu dalam Langkah kecil
- Berkonflik
- Terlalu banyak mengeluh
- Ingat bahwa orang yang bahagia bisa melihat kehidupan dalam kacamata yang selalu optimis dan melihat masa depan sebagai suatu tantangan yang akan membangun
- Tidak memiliki tujuan. Tujuan akan memberikan makna hidup dan mendorong kita untuk merasakan meaning of life
Upayakan terus kebahagiaan dalam hidup ini, karena bahagia bisa diciptakan. Create your own happiness.
Referensi:
Argyle, M., and Hills, P., (2001). Emotional stability as a major dimension of happiness. Personality and Individual Differences, 31(8), 1357-1364. DOI: https://doi.org/10.1016/S0191-8869(00)00229-4
Kaushik, G., & NC, K. B. (2021). Happiness, Life Satisfaction and Self-Esteem among Urban University Students. The International Journal of Indian Psychology, 9(2), 36-44.
Park, N., Peterson, C., and Ruch, W. (2009). Orientations to happiness and life satisfaction in twenty-seven nations. J. Posit. Psychol. 4, 273–279. doi: 10.1080/17439760902933690
Peterson, C., Park, N., and Seligman, M. E. (2005). Orientations to happiness and life satisfaction: the full life versus the empty life. J. Happ. Stud. 6, 25–41. doi: 10.1007/s10902-004-1278-
Seligman, M. E., and Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive psychology: an introduction. Am. Psychol. 55, 5–14. doi: 10.1037//0003-066x.55.1.5
Seligman, M. E. (2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York, NY: Simon and Schuster.
Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., and Peterson, C. (2005). Positive psychology progress: empirical validation of interventions. Am. Psychol. 60, 410–421. doi: 10.1037/0003-066X.60.5.410