Mengenal Depresi Pasca Melahirkan. Sering Melanda Ibu Perfeksionis
Oleh: Fauziah Julike Patrika, M.Psi, Psikolog.
Setelah melahirkan, seorang perempuan dihadapkan pada tanggung jawab baru sebagai ibu. Tidak semua siap menjalani tahap itu hingga lahirlah kondisi postpartum depression alias depresi pasca melahirkan. Istilah postpartum dikaitkan dengan masa pasca bersalin atau melahirkan. Dikenal juga dengan masa nifas. Tubuh ibu mengalami penyesuaian, terlebih di bagian Rahim yang kembali mengecil. Tapi, bukan cuma fisik yang terpengaruh, psikis juga bisa mengalami perubahaan. Ironisnya, perubahaan kondisi itu sering kali ke arah negative. Menurunnya kondisi kejwaan ibu yang baru melahirkan ini disebut dengan postpartum depression, dan ini berbeda dengan baby blues. Ibu yang mengalami postpartum depression akan mengalami durasi yang lebih lama, yakni lebih dari dua minggu, dimana biasanya lebih intens, lama, dan berat sehingga berpengaruh ke fisik. Sedangkan baby blues durasinya satu minggu, maksimal dua minggu, dan terjadi pada 40 hari pasca melahirkan, dimana biasanya sebatas sedih dan murung.
Depresi tidak hanya hanya terjadi setelah ibu melahirkan, sejumlah penelitian terbaru menjelaskan bahwa perempuan yang akan bersalin dalam waktu dekat juga akan mengalami depresi, sehingga istilah untuk postpartum bergeser menjadi peripartum. Walaupun demikian, depresi setelah melahirkan masih mendominasi. Gangguan mental ini disebabkan karena ketidakstabilan emosi, salah satunya berwujud kekhawatiran yang berlebih, dan sering dialami para perempuan dengan sifat perfeksionis yang menginginkan segalanya berjalan dengan lancar mulai proses bersalin hingga mengurus anak. Ekspektasi yang berlebih akan membuat ibu atau calon ibu kurang dapat menikamti masa-masa menjelang persalinan ataupun mengasuh bayi. Ada ketakutan tidak bisa menjadi ibu yang sempurna dan sang ibu belum siap menjalankan peran barunya. Hal ini rentan sekali terjadi pada ibu yang baru memiliki anak untuk pertama kalinya.
Gejala awal yang muncul ketika seorang ibu mengalami depresi adalah berkurangnya rasa senang dan bahagia. Hal ini dapat diketahui dari mimic wajah dan gestur tubuh ibu, sering melamun dengan paras murung dan tatapan kosong, serta kurang bersemangat dalam beraktivitas ataupun mengasuh bayi. Tidak jarang, bayi diabaikan karena ibu kehilangan minat sekaligus cemas akan menyakiti bayinya. Gejala kedua adalah energy ibu lebih mudah terkuras. Hal ini dapat terlihat dari kondisi tubuh yang lemas, mudah lelah, dan enggan melakukan banyak aktivitas atau bergerak. Gejala ketiga adalah sering di dominasi dengan perasaan negative, seperti sedih, kecewa, takut dan marah bercampur menjadi satu, sehingga semakin membebani psikologis ibu. Sedih karena tidak bisa menikmati kehidupan sebelum punya anak, kecewa karena merasa anaknya membebani, sampai takut anaknya menderita.
Adapun penyebab umum ibu yang mengalami depresi pasca melahirkan dikarenakan beberapa aspek, seperti aspek psikologis, sosial, ekonomi, fisik, emosional, bahkan traumatis. Dari segi psikologis yang dapat mempengaruhi antara lain adalah sifat ibu yang perfeksionis, belum siap mengasuh bayi, atau menganggap pernikahan adalah beban pada karir dan kehidupan. Selain itu, dari segi sosial yang dapat membuat ibu depresi adanya tekanan atau tuntutan dari orang sekitar agar dirinya fokus mengurus anak. Faktor ekonomi juga dapat menjadi penyebab, dimana kesulitan untuk mencari biaya hidup baik untuk diri sendiri maupun si bayi. Hormonal ibu yang mengalami perubahaan, sehingga belum dapat memanajemen stress. Dan yang terakhir terkait dengan pengalaman traumatis masa lalu, misalnya memiliki hubungan yang kurang menyenangkan dengan orang tua.
Walaupun demikian, depresi pasca melahirkan ini dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain pertama, dengan bekerja sama dengan suami dalam mengasuh anak, sehingga bisa meringakan beban baik fisik maupun mental. Juga dapat menghilangkan pikiran bahwa mengasuh anak hanya beban yang ditanggung oleh ibu sendiri. Kedua, relaksasi. Ketika anak tidur atau beraktivitas dengan keluarga yang lain, gunakan waktu sendiri untuk merilekskan tubuh dan pikiran, seperti olahraga atau yoga. Ketiga, aktivitas di luar ruangan. Berada di kamar saja akan membuat pikiran semakin jenuh. Coba untuk keluar rumah untuk jalan-jalan atau menikmati suasana di luar rumah. Keempat, jangan anggap biasa. Depresi apapun bentuknya, harus mendapatkan penanganan, baik dengan orang terdekat atau bantuan professional.
FASE YANG TERJADI