REFLEKSI DIRI MAHASISWA DALAM REVIEW MATA KULIAH
Oleh: Andi Maulida Rahmania, M. Psi., Psikolog
Kami Tim pengajar Mata Kuliah Psikologi Pendidikan melakukan review atas perkuliahan yang telah dilaksanakan Pada pertemuan ke 7, pertemuan terakhir sebelum Asesmen Hasil Pembelajaran Tengah Semester genap T.A. 2022/2023. Kami meminta mahasiswa untuk menjawab pertanyaan secara interaktif melalui mentimeter. Terdapat beberapa pertanyaan yang kami ajukan, dan kami meminta mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan jawaban mahasiswa akan langsung terlihat di layar.
Berikut adalah hasil dari proses review mata kuliah yang kami lakukan.
Dalam Psikologi, proses review mata kuliah termasuk bagian dari refleksi diri. Refleksi diri adalah kemampuan untuk menilai situasi secara kognitif (Bandura, 2001 dalam Kwan, Hung & Lam, 2022) dan membuat seseorang dapat modifikasi perilaku berdasarkan penilaian untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Refleksi diri adalah bagian dari regulasi diri dalam belajar atau self-regulated learning.
Regulasi diri dalam belajar adalah partisipasi aktif dari siswa pada proses pembelajaran mereka baik secara metakognisi, motivasi dan perilaku (Zimmerman, 2008). Self-regulated learning berfokus pada penggunaan proses atau respon spesifik yang bertujuan untuk secara proaktif meningkatkan prestasi akademik siswa. Pintrich (2004) dalam Xu (2010) mengklasifikasi empat fase dari regulasi diri, yaitu forethought, monitoring, control dan reflection. Pada masing-masing fase tersebut terdapat area-area dari regulasi diri yaitu kognisi, motivasi, perilaku dan konteks. Self reflection mengacu pada proses-proses yang terjadi setelah usaha pembelajaran.
Refleksi diri pada area kognisi meliputi penilaian dan evaluasi pembelajar pada hasil belajarnya, atau pencarian penyebab dari hasil belajarnya. Siswa yang memiliki regulasi diri yang baik mengevaluasi hasil belajarnya, sedangkan siswa yang memiliki regulasi diri yang kurang baik akan menghindari evaluasi diri atau tidak menyadari pentingnya evaluasi dalam rangka melihat serangkaian tujuan pada tugas. Selain itu, pencarian penyebab atas hasil belajar yang adaptif adalah penyabab yang berkaitan dengan rendahnya usaha atau kurangnya penggunaan strategi, bukan kurangnya kemampuan secara umum. Atribusi yang adaptif berhubungan dengan proses kognitif yang lebih dalam dan pencapaian dan pembelajaran yang lebih baik.
Sedangkan refleksi diri pada area motivasi termasuk dalam usaha-usaha untuk mengelola keyakinan motivasional dalam proses belajar. Siswa akan mengalami reaksi emosional setelah menyelesaikan tugas, reaksi tersebut dapat berupa senang karena berhasil atau sedih karena gagal, reaksi tersebut kemudian berperan dalam refleksi dari alasan atas hasil yang didapatkan, dan memunculkan atribusi atas hasil yang didapatkan (Weiner, 1986 dalam Pintrich, 2000). Menurut teori atribusi, tipe atribusi yang dimunculkan siswa atas keberhasilan atau kegagalan yang dialami dapat memunculkan emosi yang lebih kompleks seperti rasa bangga, marah, malu dan rasa bersalah (Weiner, 1985, 1986 dalam Pintrich, 2000). Kuantitas dan kualitas atribusi tersebut berpangaruh pada proses regulasi diri siswa. Individu dapat mengontrol secara aktif tipe atribusi untuk melindungi harga diri mereka dan untuk motivasi mereka pada tugas berikutnya. Terdapat beberapa macam atribusi yang telah dikemukakan oleh para psikolog sosial (Taylor dan Fiske, 1991 dalam Pintrich, 2000), yaitu (a) Fundamental attribution error adalah kecenderungan untuk menganggap kurang penting peran faktor eksternal dan menganggap secara berlebihan mengenai peran faktor internal dalam menilai perilaku, (b) Actor-observer bias, kita cenderung mengatribusi perilaku orang lain dengan fator internal, sedangkan kita lebih sering mengatribusi perilaku diri kita sendiri dengan atribusi situasional, (c) Self-serving atau Self-centered bias, manusia cenderung mengatribusi keberhasilan sebagai akibat dari faktor internal seperti kemampuan, namun mengatribusi kegagalan sebagai akibat dari faktor eksternal seperti ketidakberuntungan atau kesulitan tugas.
Kecenderungan untuk mengatribusi dampak negatif dan kegagalan pada penyebab internal, stabil dan tidak terkontrol akan menyebabkan keterkaitan kuat dengan depresi dan ketiga atribusi tersebut dapat dikelompokkan menjadi gaya atribusi depresif. Siswa akan lebih memillih aktivitas-aktivitas yang memunculkan kepuasan dan menghindari pembelajaran yang membuat mereka merasakan emosi negatif.
Refleksi yang terakhir adalah refleksi perilaku. Tidak ada proses refleksi perilaku yang tidak melibatkan kognisi yang salah satunya adalah refleksi. Siswa dapat melakukan penilaian atas perilaku mereka sendiri. Siswa dapat memutuskan bahwa menunda belajar untuk ujian mungkin bukan merupakan perilaku yang adaptif untuk pencapaian akademis. Di masa mendatang, mereka akan menentukan pilihan yang berbeda atas manajemen usaha dan waktu mereka. Pemilihan adalah perilaku utama dalam proses reaksi. Siswa tidak dapat memilih hanya mengubah manajemen waktu dan usaha mereka di masa mendatang, namun mereka juga akan menentukan kelas apa yang akan diambil di masa mendatang. Pemilihan ini akan menghasilkan pilihan-pilihan yang berdampak pada proses belajar berikutnya. Pengambilan keputusan pilihan yang adaptif akan membuat mereka memilih strategi-strategi dalam pembelajran sedangkan pengambilan keputusan yang defensive akan menimbulkan ketidakpedulian pada tugas, prokrastinasi atau penundaan pengerjaan tugas dan dampak buruk lainnya.
Dalam proses refleksi diri, mahasiswa seringkali melihat secara objektif ke dalam dirinya, lalu mengidentifikasi dan mengevaluasi pemikiran, emosi dan perilakunya. Dalam proses merefleksi diri, siswa juga dapat memunculkan “insight” terkait kelemahan mereka, memunculkan gambaran yang lebih jelas tentang perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Kwan, Hung & Lam, 2022).
Refleksi diri yang jujur dapat memfasilitasi proses mengingat kembali yang lebih objektif terhadap pencapaian dan kekurangan siswa dalam aktivitas sebelumnya. Wawasan tentang pencapaian positif memunculkan rasa mampu atau kompeten, lalu memotivasi siswa untuk mencurahkan upaya dalam tugas-tugas yang dimiliki. Proses refleksi diri dapat juga membuat siswa meninjau secara kritis langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Refleksi diri berkaitan erat dengan pencapaian akademis. Siswa-siswa yang memiliki pencapaian akademis yang tinggi memiliki skor refleksi diri dalam belajar yang tinggi pula. Sahasrabudhe (2022) menyarankan dalam kesimpulan penelitiannya bahwa sebaiknya terdapat aktivitas refleksi diri sebagai bagian dalam kegiatan di kelas untuk menambah manfaat bagi pembelajaran siswa.
Bahan bacaan:
Kwan, Letty Y.Y.,Hung, Yu Sheng,&Lam, Lam.(2022).How Can We Reap Learning Benefits for Individuals With Growth and Fixed Mindsets?: Understanding Self-Reflection and Self-Compassion as the Psychological Pathways to Maximize Positive Learning Outcomes.Frontiers in Education,7,800530.
Pintrich, P. R., Zeidner, M., Boekaerts, M. (2000). Handbook of Self-regulation. San Diego: Academic Press.
Sahasrabudhe, C. (2022). Examining the relationship between self-reflection and academic achievement in problem-based learnig. Journal of Engineering Education Transformations Volume 36 Special Issue.
Xu, Jianxhong. (2010). Predicting homework management at the secondary school level: A multilevel analysis. Learning and Individual Differences 20 pp 34-39.
Zimmerman, BJ. (2008). Investigating Self regulation and motivation: historical background, Methodological developments and future prospects. American Educational Research Journal. Vol 47 no. 1 pp 166-183